Sabtu, 01 Desember 2012

SEJARAH KELURAHAN PRIGEN


PENELUSURAN SEJARAH
KELURAHAN PRIGEN

DAFTAR ISI

  1. RIWAYAT UNTUNG SUROPATI
    1. ASAL USUL  UNTUNG SUROPATI
    2. UNTUNG SUROPATI  JUMENENG DI KADIPATEN PASURUAN
    3. GUGURNYA UNTUNG SUROPATI
  2. ASAL MULA  TRETES – PRIGEN – PECALUKAN
    1. BABAT ALAS DUSUN TRETES
    2. BABAT ALAS DUSUN PRIGEN
    3. BABAT ALAS DUSUN  REKESAN
  3. SEJARAH KELURAHAN PRIGEN
    1. MASA PENJAJAHAN
    2. MASA KEMERDEKAAN
    3. MASA PASCA KEMERDEKAAN
    4. MASA ORDE LAMA
    5. MASA ORDE BARU
  4. BIOGRAFI LURAH TRETES – PRIGEN
    1. SOBOWONO
    2. SOBOKERTO/ MULYOKERTO
    3. KAMID
    4. SARBANI MANGUNHARJO
    5. DJURI KARJODIHARJO
  5. LEGENDA SEDEKAH BUMI
    1. SEDEKAH BUMI LINGKUNGAN TRETES (DUSUN TRETES)
    2. SEDEKAH BUMI LINGKUNGAN PRIGEN – REKESAN – NGEMPLAK
  6. ASAL USUL NAMA TEMPAT DI WILAYAH PRIGEN
  7. POTENSI WISATA KECAMATAN PRIGEN
    1. HOTEL DAN KOLAM RENANG TRETES RAYA
    2. INNA HOTEL TRETES
    3. PINES GARDEN
    4. AIR TERJUN  KAKEK BODO
    5. TAMAN SAFARI PRIGEN
    6. AIR TERJUN PUTHUK TRUNO
    7. PENAMBANGAN BELERANG GUNUNG WELIRANG
  8. ASAL USUL NAMA TEMPAT / NAMA LAMA DI WILAYAH PRIGEN





1.    RIWAYAT UNTUNG SUROPATI
a.    ASAL USUL UNTUNG SUROPATI
Tersebutlah seorang pemuda bernama Untung, salah seorang narapidana yang menghuni penjara di Batavia. Sebelumnya dia seorang budak yang dipelihara keluarga Belanda sejak masih berumur tujuh tahun. Konon Untung  dipenjara  karena berani melawan majikannya. Sebenarnya Untung berasal dari keluarga bangsawan Bali yang menjadi tawanan perang serdadu Belanda dan dibawa ke Makassar. Setelah Untung berada di Makassar, Kapten Van Beber membawanya ke Batavia kemudian dijual sebagai budak kepada seorang saudagar Belanda. Karena sejak kecil sudah berpisah dengan keluarganya, maka tidak ada orang yang mengetahui riwayat asal-usulnya. Nama Untung itu sendiri adalah nama paraban (alias) yang diberikan oleh majikannya, nama garbhopati (nama sejak lahir) yang diberikan orang tuanya adalah Surawiroaji.
 Untung adalah seorang pemuda berwajah tampan dan halus tutur katanya. Dia sangat pemberani namun berhati mulia, sehingga selama di dalam penjara sangat disegani kawan-kawannya. Pada suatu kesempatan Untung memimpin para narapidana melakukan perlawanan kepada penjaga penjara. Penjara berhasil dijebol, berbagai senjata dirampas dan dibawa kabur. Kompeni mengirimkan serdadu untuk menangkap mereka, tetapi upaya itu tidak membuahkan hasil. Untung dan pengikutnya justru membunuh beberapa serdadu yang mengejarnya. Kompeni semakin marah kepada Untung dan terus-menerus melakukan pengejaran.
Di tengah perjalanan Untung bertemu dengan janda Pangeran Purbaya yang bernama Raden Ayu Gusik Kusumo, mereka saling memperkenalkan diri serta menceritakan riwayat masing-masing. Gusik Kusumo terpaksa bercerai dengan Pangeran Purbaya karena suaminya akan menyerahkan diri kepada Belanda, wanita tersebut tidak  menyetujui niat suaminya. Sementara Untung menceritakan kalau dirinya menjadi buronan serdadu kompeni karena melarikan diri dari penjara bersama teman-temannya. Setelah saling mengetahui riwayatnya, mereka menyatakan keinginannya bersatu untuk melawan  kompeni.  Gusik  Kusumo  mengajak  Untung dan pengikutnya mencari perlindungan ke Kasultanan Cirebon, karena Sultan Cirebon masih mempunyai hubungan keluarga dengannya. Setelah dipikir dengan matang, Untung menyambut baik ajakan tersebut, mereka segera bergerak menuju Cirebon.
Sultan Cirebon sangat gembira menerima kedatangan Gusik Kusumo dan seluruh teman-temannya. Wanita itu menceritakan semua peristiwa yang dialami, mulai dari kepergiannya meninggalkan suami sampai pertemuannya dengan Untung. Kanjeng Sultan sangat prihatin akan nasib keponakannya, tetapi beliau juga bangga. Meskipun seorang wanita, Gusik Kusumo tidak gentar melawan kompeni. Sebagai ungkapan terima kasih kepada Untung yang sudah mengawal keponakannya, Untung dianugerahi nama Suropati oleh Sultan Cirebon, sehingga namanya menjadi Untung Suropati. Dalam ajaran Jawa-Hindu nama Suropati adalah sebutan lain dari Bathara Endra, yakni rajanya para dewa.
Beberapa saat lamanya Untung tinggal di Cirebon, hingga pada suatu hari Kanjeng Sultan menyarankan agar Untung meneruskan perjalanan ke Kartasura. Sultan khawatir kompeni akan menyerang Cirebon, sementara kondisi kesultanan tidak memungkinkan melakukan perlawanan. Cirebon adalah kerajaan yang hanya memiliki prajurit dalam jumlah terbatas. Di Kartasura Untung akan mendapat pengayoman karena Kartasura memiliki prajurit yang sangat besar. Ayah angkat Gusik Kusumo adalah Patih Mangkubumi. Untung Suropati memahami hal itu, sebenarnya dia bersama kawan-kawannya juga sudah berencana meninggalkan Kesultanan Cirebon. Mereka terpaksa bertahan di Cirebon karena menunggu keputusan Gusik Kusumo.
b.   UNTUNG SUROPATI JUMENENG DI KADIPATEN PASURUAN
Setalah peperangan usai, di dalam kraton diadakan pertemuan penting yang dihadiri  Kanjeng Sunan Amangkurat, Pangeran Adipati Anom, Pangeran Puger, Patih Nerangkusumo dan Untung Suropati. Mereka membicarakan tentang masa depan Kartasura setelah terjadi peperangan. Sri Sunan bersabda agar kedudukan Mataram tidak terancam sebaiknya Untung Suropati dan Nerangkusumo meninggalkan Kartasura, sebab kompeni sudah mengetahui perbuatan mereka. Kanjeng Sunan menganugerahkan Kadipaten Pasuruan beserta seluruh wilayahnya kepada Untung Suropati untuk dijadikan sebuah pemerintahan baru. Saat itu Pasuruan sedang dikuasai oleh para pemberontak yang membangkang kepada Kartasura. Selain itu Untung Suropati juga dianugerahi nama Tumenggung Wironegoro.
Tiga hari setelah pertemuan di kraton, Untung Suropati, Raden Ayu Gusik Kusumo, Nerangkusumo beserta seluruh prajuritnya berangkat menuju Pasuruan. Mereka membawa persenjataan dan perbekalan dalam jumlah yang mencukupi. Perjalanan jauh itu dilalui dengan penuh semangat karena di Pasuruan mereka akan mendapatkan negeri baru yang memberi kebahagian lahir batin. Untuk mengelabuhi kompeni Sunan Amangkurat mengirimkan prajurit Mataram yang seolah-olah mengejar kepergian mereka. Tetapi pengejaran itu dihentikan ketika sampai di tapal batas timur Madiun dan kembali lagi ke Kartasura.
Untung Suropati mulai menundukkan para bupati agar mengakui kekuasaannya. Setapak demi setapak para bupati menyatakan tunduk dengan damai, mereka sudah mendengar berita tentang keperkasaan Untung Suropati dan pasukannya. Tetapi beberapa bupati terpaksa ditundukkan melalui peperangan. Dalam waktu singkat Kadipaten Pasuruan dan seluruh wilayahnya berhasil dikuasai Untung Suropati.  Selanjutnya Untung Suropati dinobatkan sebagai Adipati Pasuruan dengan nama abhiseka Adipati Wironegoro.
Kompeni di Batavia tidak dapat berbuat banyak terhadap Pasuruan. Hampir dua puluh tahun Kadipaten Pasuruan terbebas dari ancaman kompeni. Rakyat hidup tentram lahir batin di bawah pimpinan Adipati Wironegoro. Nerangkusumo diberi kekuasaan memimpin tanah perdikan yang sangat luas di sekitar Bangil. Gusik Kusumo sangat berbahagia mendampingi suaminya, terlebih lagi mereka dikaruniai tiga orang putra yang gagah seperti ayahnya. Putra pertama bernama Raden Surahim, putra ke dua bernama Raden Suropati dan putra bungsu bernama Raden Surodilogo.
Perkembangan Kadipaten Pasuruan yang sangat cepat membuat cemas kompeni Belanda. Bala prajurit Adipati Wironegoro terus bertembah besar dan kuat, selain itu mereka mempunyai banyak ilmu kadigdayan yang sangat sulit dilawan. Kadipaten Pasuruan benar-benar menjadi sebuah negara mandiri dan tidak terikat pada kekuasaan Mataram di Kartasura. Kompeni sama sekali tidak dapat melakukan tekanan atau memaksakan kepentingannya kepada Untung Suropati melalui kekuasaan Mataram. Keberadaan Pasuruan merupakan ancaman serius bagi kelangsungan kompeni di tanah Jawa. Untuk itulah kompeni Belanda dengan sekuat tenaga berusaha agar Untung Suropati dan seluruh keturunannya  harus dilenyapkan dari gelanggang politik dan kekuasaan.
Tahun 1703 di Kartasura terjadi perubahan pemerintahan, Sunan Amangkurat II wafat dan digantikan oleh Pangeran Adipati Anom (putra mahkota), beliau menggunakan gelar Sunan Amangkurat III (Sunan Mas). Sejak awal penobatan Sunan Mas sudah banyak sentana kraton yang tidak setuju, mereka menilai putra mahkota tidak layak menjadi raja karena perbuatannya kurang terpuji, terutama dalam urusan perempuan. Mereka mengkhawatirkan Kartasura akan kehilangan kewibawaan kerana dipimpin seorang raja yang tindak-tanduknya tidak terpuji.
Ketika belum dinobatkan sebagai raja, Adipati Anom pernah melakukan perbuatan buruk yang sulit dilupakan oleh keluarga kraton Kartasura. Putra sulung Pangeran Puger yang bernama Raden Ajeng Lembah adalah istri Kanjeng Adipati Anom. Lembah dituduh berbuat serong dengan seorang lelaki putra Patih Sindurejo yang bernama Raden Sukro. Karena merasa tidak berbuat seperti tuduhan suaminya, Lembah memilih purik (pulang ke rumah orang tuanya). Adipati Anom tidak menjemput istrinya, tetapi malah menyuruh mertuanya membunuh Raden Ajeng Lembah. Tindakan Adipati Anom sangat memukul keluarga Pugeran, mereka sama sekali tidak menyangka Adipati Anom tega melakukan itu kepada sanak saudaranya sendiri.
Dengan sangat terpaksa Pangeran Puger memenuhi tuntutan menantunya. Beliau memerintahkan semua saudara Lembah untuk membunuh kakaknya sendiri. Diiringi ratap tangis dan duka yang dalam mereka melaksanakan perintah ayahandanya. Raden Ajeng Lembah menemui ajal dan jasadnya dimakamkan di sebelah barat kraton Kartasura. Sesudah istrinya meninggal, Adipati Anom memerintahkan orang kepercayaannya untuk membunuh Raden Sukro. Pada waktu Adipati Anom sudah dinobatkan sebagai raja, salah seorang putra Pangeran Puger yang bernama Raden Mas Suryokusumo sangat marah kepada Kanjeng Sunan. Beliau meninggalkan Kartasura dan menghimpun kekuatan untuk melakukan pemberontakan. Kanjeng Sunan Mas segera mengirimkan bala prajurit untuk menangkap Suryokusumo. Setelah tertangkap, Suryokusumo dimasukkan dalam keranjang dan diarak keliling kota. Meskipun sudah disakiti hatinya, Pangeran Puger masih bisa menahan diri dan tetap setia kepada Sunan Mas.
Perbuatan Sunan Mas semakin lepas kendali, beliau tega berbuat serong dengan salah seorang istri Adipati Cakraningrat. Adipati dari Madura itu tidak mampu menahan amarahnya, beliau tidak akan mengampuni kesalahan Sunan Mas. Dari berbagai kesalahan yang dilakukan Sunan Mas, akhirnya menjadi pemicu api pemberontakan. Adipati Cakraningrat (Madura), Adipati Jangrono (Surabaya) dan para pejabat kraton sudah sepakat hendak menggulingkan Sunan Mas, kemudian menobatkan Pangeran Puger sebagai raja Kartasura.
Meskipun memiliki tabiat kurang baik, namun Sunan mas adalah seorang yang anti kepada Belanda. Saat penobatannya dulu, beliau hanya mengirim surat pemberitahuan kepada kompeni melalui prajurit rendahan.  Lebih jauh lagi Sunan Mas tidak bersedia memperbaharui kontrak dan menolak membayar hutang Mataram kepada kompeni yang ditinggalkan jaman Sunan Amangkurat II. Sunan Mas juga menjalin hubungan yang sangat baik dengan adipati Pasuruan, hal itu semakin menambah ketidaksenangan kompeni kepada beliau. Hubungan yang harmonis dengan Untung Suropati akan sangat mengancam keberadaan kompeni di tanah Jawa.
Masa pemerintahan Sunan Mas hanya berlangsung sangat singkat karena tahun 1704 Pangeran Puger yang didukung berbagai kekuatan tidak mengakui kekuasaan Sunan Mas. Kompeni yang sejak awal sudah berseberangan dengan Sunan Mas segera memanfaatkan situasi politik di Kartasura. Dengan dukungan kompeni, Pangeran Puger jumeneng raja Mataram bergelar Sunan Pakubuwono. Penobatan itu dilakukan di Semarang. Sunan Pakubuwono beserta pengikutnya berangkat ke Kartasura untuk merebut pusat pemerintahan. Menyadari kekuatan pendukungnya tidak sebanding, Sunan Mas meninggalkan kraton sebelum Sunan Pakubuwono melakukan penyerangan. Sunan Pakubuwono berhasil menguasai Kartasura tanpa ada perlawanan. Kraton sudah dalam keadaan kosong, sehingga sama sekali tidak ada korban sia-sia di medan laga.
Kompeni pintar mengail di air keruh, setelah penobatan raja Kartasura, kompeni menganjukan tuntutan atas semua bantuan yang telah diberikan kepada Pangeran Puger. Kerajaan Mataram harus menyerahkan wilayah Jepara, Tegal, Demak dan belahan timur Madura kepada kompeni. Di samping itu Sunan Pakubuwono harus memperbaharui kontrak dan mengangsur semua hutang Mataram kepada kompeni. Tuntutan kompeni terpaksa dipenuhi karena Pangeran Puger sudah kalah dalam perjanjian. Kebesaran Mataram mulai pudar akibat para generasi penerus saling berebut kekuasaan yang pada akhirnya justru memberi angin kepada kompeni Belanda untuk menancapkan taring penjajahan di tanah Jawa.
c.    GUGURNYA UNTUNG SUROPATI
Sunan Mas terlunta-lunta nasibnya, prajuritnya sudah tercerai berai dan kekuasaan sudah lenyap dari genggaman. Kerajaan Mataram yang diwarisi dari ayahandanya telah berpindah ke tangan pamannya (Pangeran Puger). Dalam hati sebenarnya beliau menyesali tindakannya yang tidak mau bekerjasama dengan kompeni. Tetapi semua itu sudah berlalu dan tidak mungkin terulang lagi. Kompeni terlanjur membenci Sunan Mas dan menganggapnya sebagai musuh. Selama dalam pelarian, Sunan Mas mendapat perlindungan di wilayah Pasuruan. Adipati Wironegoro menjamin keselamatan mantan raja Kartasura itu. Siapapun yang berani menyakiti Sunan Mas, dia akan berhadapan langsung dengan Untung Suropati. Hal itu sebagai balas budi atas kebaikan ayahanda Sunan Mas, ketika masih dalam kondisi yang serba sulit Untung Suropati juga mendapat pengayoman di kraton Kartasura.
Keberadaan Untung Suropati yang didukung seluruh rakyat Pasuruan terus menjadi ancanam bagi kompeni Untuk menghilangkan ancaman tersebut, tahun 1706 Gubernur Jendral kompeni di Batavia menunjuk Mayor Govert Knol memimpin penyerangan besar-besaran ke Kadipaten Pasuruan. Pada bulan September serdadu kompeni sudah berkumpul di Surabaya bersama prajurit dari Madura dan prajurit Adipati Jangrono. Secara diam-diam Adipati Wironegoro dan Adipati Jangrono sudah bersepakat menggagalkan penyerangan. Mereka menyusun rencana penggagalan dengan cara halus sehingga kompeni tidak mengetahuinya. Adipati Jangrono memerintahkan agar prajurit Surabaya yang dipercaya sebagai penunjuk jalan melewati medan berat berawa-rawa, terkadang menyeberangi telaga luas dan dalam.
Serdadu kompeni menghadapi kesulitan luar biasa, mereka berjuang keras mengusung meriam yang jumlahnya sangat banyak. Mayor Knol mencurigai prajurit Surabaya sengaja menyesatkan jalan tetapi dia tidak berani melakukan tindakan apa-apa. Knol berusaha menghindari kesalahapahaman dengan orang-orang Surabaya agar tidak membuat suasana menjadi semakin buruk.  Setelah melewati medan panjang yang melelahkan, serdadu kompeni sampai di desa Derma untuk kembali menyusun kekuatan. Serdadu kompeni tiada henti mengumpat prajurit Surabaya, mereka sadar sudah dijeremuskan dalam medan yang sangat sulit dan tidak semestinya dilalui oleh pasukan tempur.
Setelah kekuatan serdadunya pulih, Mayor Knol memimpin serangan besar-besaran  ke Bangil yang merupakan benteng pertahanan terdepan Kadipaten Pasuruan dari arah Surabaya. Kompeni menghujani musuh dengan bedil dan tembakan meriam. Adipati Wironegoro mengamuk bagai banteng ketaton, secepat kilat dapat berpindah di segala tempat sehingga Adipati Wironegoro menjadi banyak dan berada di mana-mana. Prajurit Surabaya yang terlibat dalam pertempuran itu terlihat tidak bersungguh-sungguh, malah sepertinya hanya main-main saja. Prajurit Pasuruan yang berhadapan dengan orang-orang Surabaya secepat mungkin pergi menjauh. Mayor Knol sangat membenci tindakan orang-orang Surabaya, tetapi sekali lagi dia harus menahan kemarahannya kepada Adipati Jangrono.
Orang-orang Madura kurang memahami taktik pertempuran yang sedang digelar, mereka mengamuk dengan sekuat tenaga sehingga banyak prajurit Pasuruan yang terluka dan terbunuh. Pasukan Pasuruan menjadi berang, mereka membalas tindakan orang-orang Madura dengan sungguh-sungguh bertempur. Akibatnya banyak prajurit Madura yang roboh, bahkan salah seorang putra Adipati Cakraningrat tewas dalam pertempuran.  Kesalahapahaman itu sangat berbahaya bagi keselamatan kedua belah pihak. Adipati Wironegoro secara rahasia mengirim utusan untuk minta maaf dan menjelasakan duduk persoalan kepada Adipati Cakraningrat, dan akhirnya kesalahpahaman itu dapat diatasi secara baik-baik.
Pasukan kompeni sangat gentar menghadapi musuh dengan segudang kadigdayan yang tidak masuk akal. Kehadiran Untung Suropati terlihat berada di semua tempat dalam waktu bersamaan sangat menyulitkan serdadu Belanda. Mereka menjadi bingung dan ragu-ragu dalam bertempur. Raden Suropati dan Raden Surodilogo juga sangat memusingkan kompeni, mereka berdua tidak mempan oleh peluru dan meriam. Baratus-ratus korban berjatuhan dari kedua belah pihak. Serdadu kompeni mulai terdesak dari pertempuran, tapi mereka terus menghujani lawan dengan meriam seakan tidak ada hentinya. Prajurit Pasuruan kesulitan menerobos meriam yang menyalak bertubi-tubi.
Tiba-tiba terdengar gemuruh prajurit Pasuruan, mereka berteriak histeris melihat pemimpinnya terjatuh dari kuda. Sudah menjadi takdir Gusti Allah,  Adipati Wironegoro tertembak lambungnya dan terluka parah. Para pengawal segera mengusung Sang Adipati dengan tandu menyingkir dari pertempuran. Raden Surodilogo beserta prajuritnya meneruskan perlawanan dengan sekuat tenaga, tetapi karena sudah tidak ada pemimpinnya, benteng Bangil jatuh ke tangan kompeni. Prajurit Untung Suropati berhamburan meninggalkan palagan, mereka kembali ke Pasuruan untuk mempertahankan pusat pemerintahan.
Setelah Bangil dapat dikuasai kompeni, Adipati Jangrono menyarankan kepada Mayor Knol agar pasukan segera ditarik kembali ke Surabaya. Rencana penyerangan ke Pasuruan sebaiknya ditunda dahulu sambil menyusun kekuatan yang baru. Mayor Knol keberatan dengan saran itu, tetapi Adipati Jangrono terus mendesak dengan berbagai alasan. Beliau mengancam tidak akan ikut dalam pertempuran kalau serdadu Belanda nekad diberangkatkan menggempur Pasuruan. Sikap keras dan tegas Jangrono membuat Mayor Knol berpikir ulang, terlebih lagi saat itu hujan turun sangat lebat dan semangat tempur serdadunya memang sangat menurun. Dengan terpaksa Mayor Knol memenuhi keinginan Adipati Jangrono, dia segera memerintahkan pasukannya kembali ke Surabaya.
Adipati Wironegoro berada di pesanggrahan desa Randa Telu untuk menjalani perawatan. Dalam kondisi semakin parah Sang Adipati berpesan supaya anak-anaknya meneruskan perlawanan. Adipati Wironegoro melarang anak keturunannya bersahabat dengan orang-orang Belanda, jika ada yang melanggar maka dia akan terkena kutukan Untung Suropati. Beliau juga memberi wasiat apabila meninggal kuburnya jangan diberi tanda agar tidak ada yang mengetahui Untung Suropati sudah gugur. Tanggal 5 Nopember 1706 Adipati Wironegoro wafat. Sepeninggal ayahandanya, Raden Surahim menggantikan jumeneng adipati di Pasuruan dengan mengambil nama abhiseka Adipati Wironegoro II. Seluruh anak keturunan Untung Suropati bertekad terus melawan penjajah Belanda sampai tetes darah penghabisan.
Adipati Wironegoro II dan dua adiknya kembali membangun kekuatan Kadipaten Pasuruan yang tercerai-berai sepeninggal Untung Suropati. Mereka sadar betul pasukan kompeni pasti akan datang ke Pasuruan untuk menumpas sisa-sisa kekuatan yang masih ada. Raden Surodilogo sangat giat menghimpun para pemuda Pasuruan dan sekitarnya untuk diajadikan prajurit. Setiap hari mereka dilatih ilmu kaprajuritan dan diberikan ilmu kadigdayan sebagai bekal membela negeri Pasuruan. Sang Adipati dan Raden Suropati terus berusaha menjalin hubungan dengan Kadipaten Surabaya agar mereka bersedia memberikan dukungan baik material (bala prajurit) maupun non material (diplomasi).
Perhitungan Adipati Wironegoro sungguh tidak meleset, Tahun 1707 pasukan kompeni kembali menyerang Pasuruan. Prajurit Mataram di bawah pimpinan Pangeran Purbaya ikut serta dalam penyerangan itu. Mereka berangkat dari Kartasura melalui Bengawan Solo dan Brantas. Dari Surabaya kompeni juga memberangkatkan serdadu dalam jumlah besar. Sunan Pakubuwono memerintahkan Adipati Cakraningrat dan Adipati Jangrono agar bergabung dengan serdadu kompeni, mereka ditugaskan menangkap Sunan Mas beserta pengikutnya. Orang-orang Surabaya dan Madura sudah bergerak menuju Wirasaba (Mojoagung), kemudian menuju Kediri bergabung dengan pasukan dari Kartasura.

  
2.  ASAL MULA  TRETES – PRIGEN – PECALUKAN
a.  BABAT ALAS DUSUN TRETES
Tahun 1706 benteng terakhir Untung Suropati (Adipati Wiranegara) di Pasuruan jatuh. Untung Suropati gugur. Pasukannya tercerai berai. Beberapa orang mengundurkan diri ke Mojokerto dan Kediri dan meneruskan perlawana terhadap Belanda bergabung dengan Kadipaten lain.
Beberapa anggota laskar  Untung Suropati lainnya menyingkir ke hutan-hutan di wilayah Pasuruan dan Malang, tepatnya di Lereng Gunung Arjuno Welirang untuk menghindari kejaran musuh. Harapannya suatu saat dapat menggalang kekuatan untuk melawan kompeni Belanda. Diantara anggota laskar itu adalah Kaliah, Andan Bumi, R. Adziman dan beberapa teman lainnya.
Kaliah yang akhirnya dikenal sebagai mbah Kaliah menetap di tempat paling terpencil. Tinggal di hutan perawan yang lebat. Masih banyak binatang buas serta dikenal angker. Tempat baru ini begitu subur karena banyak sumber airnya. Di sinilah mbah Kaliah memulai kehidupan baru dengan membabat hutan dan  mendirikan pondok sederhana. Karena tempat ini merupakan daerah yang sangat aman maka di saat tertentu, rekan-rekan seperjuang Kaliah berkumpul di tempat ini untuk membicarakan tentang masa depan.
Lantaran tempat baru yang diidami Kaliah banyak sumber air dan rembesan airnya ada yang selalu menetes melalui celah-celah batu tebing, maka tempat ini kemudian dinaman TRETES, yang artinya selalu menetes. Akhirnya dalam waktu yang panjang  wilayah Tretes makin ramai karena banyak pendatang yang datang dan menetap. Maka jadilah wilayah di kaki Gunung Welirang yang semula berupa hutan lebat menjadi pedukuhan kecil di pinggir hutan yang dipimpin oleh Mbah Kaliah.
Mbah Kaliah kemudian menikah dan mempunyai 3 orang keturunan, yakni Kaliah, Kalibah  dan Tariman Datuk Bendoro Inten. Dari Kalibah inilah kemudian yang menurunkan tetua-tetua/ lurah dukuh dan desa Tretes/ Prigen. Konon, di pedukuhan Tretes inilah Kaliah, Andan Bumi serta R .Adziman sering bertemu untuk bersilaturahmi sekaligus membahas perkembangan pedukuhan masing-masing.

b.  BABAT ALAS DUSUN PRIGEN
Andan Bumi, menetap di tempat yang agak ke bawah.  Kira-kira 5 kilometer  sebelah Utara dari tempat Kaliah membabat hutan (Tretes). Andan Bumi juga dikenal sebagai Asmoro Bumi merupakan rekan seperjuangan Kaliah dan Adziman. Di tempat yang masih hutan perawan ini Andan Bumi membabat hutan dan mendirikan pondok untuk tempat tinggal. Dalam beberapa  waktu kemudian banyak pendatang yang ikut tinggal di pondok yang didirikan Andan Bumi. Makin lama makin banyak penduduk sehingga jadilah sebuah pedukuhan/ dusun.


c.   BABAT ALAS REKESAN
Rekesan merupakan hutan yang dibuka oleh Mbah Noyo (Mbah Tonoyo) dan Mbah Umar. Mbah Tonoyo berasal dari Tretes, sedangkan Mbah Umar berasal dari Prigen. Mulanya, wilayah Rekesan, yang berupa tanah perbukitan masih berupa hutan yang belum terjamah. Akhirnya, Mbah Tonoyo dan Mbah Umar memulai untuk menggarap hutan tersebut sebagai ladang (tegal) dan tempat tinggal. Maka sejak saat itulah keturunan Mbah Noyo dan Mbah Umar beranak pinak dan mendiami wilayah perbukitan yang terletak sekitar 500 meter di bawah pedukuhan Tretes
Konon, saat Kompeni Belanda sudah menguasai seluruh Jawa,  maka tanah-tanah yang dikuasai penduduk mulai di data. Termasuk tanah di wilayah Rekesan. Belanda mengganggap bahwa tanah di hutan dekat air terjun ini juga wajib setor pajak kepada Kompeni Belanda.Tanah-tanah penduduk kemudian di data dan di-Rekes (diminta) pajaknya oleh Kompeni Belanda. Memang ada beberapa penduduk yang tidak kena pajak, seperti P. Martam (Ayah P. Sudjono/ Pak Jon).
Mengingat tempatnya yang memiliki panorama dan hawa yang sejuk, maka pegawai-pegawai Belanda pun mulai mendirikan villa/ Loji di wilayah baru tersebut. Salah satu villa besar di wilayah perbukitan itu kemudian diberi nama Villa REKESANA  yang didirikan oleh Dr. Uloch.


3.    SEJARAH KELURAHAN PRIGEN
a.    MASA PENJAJAHAN
            Tidak ada bukti otentik persisnya Belanda masuk wilayah Tretes. Namun dari beberapa peninggalan Belanda baik berupa Bangunan Gedung,  Jalan Raya serta foto-foto lama dapat disimpulkan Belanda sudah masuk dan menguasai wilayah Tretes Prigen sekitar Tahun 1850 an yakni setelah Perang Besar di Tanah Jawa berakhir.
            Seperti kita ketahui, perang Jawa (Java Oorlog) dikobarkan oleh Pangeran Diponegoro dkk  antara tahun 1825 – 1830. Perang ini berakhir dengan ditangkapnya Pangeran Diponegoro di Magelang.
jalan tretes tahun 1900
HOTEL TRETES TAHUN 1890
            Sejak itulah kompeni Belanda dengan leluasa menguasai daerah-daerah di seluruh penjurus Nusantara tak terkecuali tanah Jawa. Maka di daerah-daerah mulai bermunculan bangunan-bangunan industri , perkebunan-perkebunan dan tempat-tempat-tempat peristirahatan.
PUTHUK TRUNO TAHUN 1900
            Tretes, yang terletak di lereng Gunung Welirang mempunyai panorama yang indah. Airnya jernih, hawanya sejuak. Tak mengherankan Belanda pun banyak mendirikan rumah peristirahatan/ villa/ loji di tempat ini. Selain loji pribadi/ milik perusahaan, Belanda juga mulai membangun fasilitas umum. Diantaranya membangun hotel yang bernama Bad Hotel Tretes. Bad Hotel Tretes didirikan sekitar tahun 1890.
BATH HOTEL TAHUN 1900
            Untuk memperlancar arus barang dan manusia, Belanda juga membangun infrastruktur berupa jalan raya antara Tretes – Pandaan mulai 1910. Tahun 1921 jalan raya Tretes – Pandaan sudah beraspal. Sebelum tahun 1921, jalan aspal hanya sampai di pertigaan Prigen (Petigaan Seno/ Lim Seeng The) yang dulu dikenal sebagai Tembungan. Lim  Seen The (Pendiri Pabrik Rokok Sampoerna) membangun villa-nya yang terletak di pertigaan Prigen antara 1883-1923.
            Sebagai dataran tinggi yang memiliki pemandangan eksotis, menjadikan kawasan Tretes tahun 1900-an merupakan wilayah favorit  keluarga Belanda untuk berwisata. Ada yang ke Air Terjun Kakek Bodo dan Air Terjun Puthuk Truno.
Bahkan, Gunung Welirang pun sudah mulai dieskploitasi untuk diambil belerangnya mulai tahun 1900 an.
KANTOR TELEGRAF TH 1930 PRIGEN
            Di Hutan Tretes juga dibuka perkebunan kopi oleh Belanda dengan system bagi hasil. Tahun 1930 Belanda juga sudah membangun sarana komunikasi dengan mendirikan kantor telegraf di Prigen.
            Seperti kita ketahui antara tahun 1900 sampai sebelum tahun 1940  terjadi pergolakan di  hampir seluruh pelosok Nusantara berupa perlawanan secara fisik (militer) maupun secara  politik melalui pergerakan-pergerakan/ organisasi pemuda  dan partai-partai politik untuk menentang Belanda.
            Begitu pula dengan di wilayah Tretes, yang saat itu merupakan daerah tujuan wisata bagi Menner dan  Nonik Belanda juga menjadi salah satu markas militer Belanda. Akhirnya saat Sekutu menyerah pada Jepang tahun 1942, maka Tretes pun diduduki oleh balatentara Dai Nippon. Mereka menguasai seluruh aset-aset milik Belanda. Untuk pertahanan mereka pun mendirikan goa perlindungan. Diantaranya di lokasi Badhotel (Inna Hotel sekarang).
b.      MASA KEMERDEKAAN
Saat kemerdekaan dikumandangkan di seluruh penjuru negeri 17 Agustus 1945, maka masyarakat Prigen Tretes juga merayakannya. Bahkan tahun-tahun sesudahnya, untuk merayakan kemerdekaan itu masyarakat Prigen – Tretes  dihibur dengan  pawai (arak-arakan) macan hidup yang di arak dari Tretes menju Prigen.
Adanya tontonan macan hidup yang diarak melalui jalan raya Tretes- Prigen menjadikan suasana peringatan Kemerdekaan 17 Agustus menjadi sangat menarik dan gegap gempita. Masyarakat dari seluruh penjuru tumplek blek ke pinggir jalan menonton pawai bahkan ada yang mengikuti pawai sampai ke Lapangan Prigen.

c.       MASA PASCA KEMERDEKAAN
Setelah  proklamasi kemerdekaan 1945, tepatnya bulan September – Oktober  1945, sekutu yang menang perang datang unbtuk melucuti tentara Jepang. Sayangnya, dibalik skenario pelucutan senjata itu NICA yang merupakan tentara Belanda di Asia Timur, mencoba untuk merancang bagaimana caranya untuk dapat menguasai kembali Indonesia dengan membonceng sekutu. Akhirnya muncul peritiwa Hotel Yamato, dimana arek-arek Suroboyo dengan gagah berani menyobek tentara merah putih biru milik Belanda.
Kedatangan sekutu ke tanah Jawa jelas tidak diterima begitu saja oleh rakyat Indonenesia hingga puncaknya terjadi peristiwa terbunuhnya Brigjen Maallaby di Jembatan Merah Surabaya. Inggris, sebagai panglima sekutu di Asia Timur marah bukan kepalang karena salah seorang jenderalnya terbunuh. Segera jenderal Manserg mengultimatum rakyat Surabaya untuk menyerah. Ultimatum itu dijawab oleh arek Suroboyo dengan mengorbankan slogan rawe-rawe rantas malang-malang puthung. Merdeka atau Mati. Bung Tomo pun berpidato membangkitkan semangat arek-arek Suroboyo untuk melawanb sekutu. Doel Arnowo, Ruslan Abdulgani  sebagai pemimpin pemuda mengkosolidasikan kekuatan pemuda untuk mempertahankan Surabaya.
Maka, 10 Nopember 1945 berkobarlah perang besar antara arek-arek Suroboyo melawan tentara sekutu yang bersenjata lengkap. Karena kekuatan senjata yang tidak seimbang maka pasukan pemuda mulai mundur ke arah Barat sampai di mojokerto dan Selatan sampai di Gempol.
Tentara pelajar yang mundur samp[ai Gempol mati-matian mempertahankan benteng pertahana terakhir di kali Porong. Begitu pertahanan di kali Porong jebol pasukan pun muncur sampai di Pandaan..Pandaan pun akhirnya jatuh ke tentara sekutu. Maka banyak anggota tentara pelajar muncur sampai ke Malang dan ada pula yang melakukan gerilya di hutan-hutan.
Tretes Prigen juga tak luput dikuasai oleh tentara sekutu. Belanda diwakili NICA nya mulai bergerak ke  Tretes untuk mendirikan pertahanan. Pasukan Belanda ada tiga macam. Cakra, KNIL dan Tentara Belanda.
Pasukan Cakra berkedudukan di Palembon (Diklat Sekarang), Pasukan  KNIL di  Pertigaan Kalimas dan pasukan Belanda menempati Badhotel dan OASE (SKAM)


d.      MASA ORDE LAMA
PARA PEGAWAI ONDERAND PRIGEN, RASID CS


e.       MASA ORDE BARU
PEJUANG GOROAN


  1. BIOGRAFI   LURAH TRETES – PRIGEN
    1. SOBOWONO 
Mbah Kaliah sebagai pembabat alas dukuh Tretes menikah dan mempunyai 3 orang keturunan, yaitu Kaliah, Kalibah dan Tariman Datuk Bendoro Inten
            Kaliah mempunyai 6 anak antara lain : Kituk, Tomowongso, Sarinah (mbok Tro), Kaniah (Sombroh), Mbok  Sapari dan Timah. Kemudian Timah menikah dengan Sahmo menurunkan Ngarimin, Rukmi, Mariati, Mbok Arsam, Santriman, Sahar, Sunajik, Suwondo dan Sekak.
            Kalibah mempunyai anak bernama Sobowono. Sobowono inilah yang kemudian dipercaya sebagai pemuka masyarakat Tretes – Prigen (informal leader). Kemudian Sobowono menikah dan mempunyai anak bernama Sobokerto atau juga dikenal sebagai Mulyokerto.

    1. ARIS SOBOKERTO (MULYOKERTO)
Sobokerto kemudian meneruskan kepemimpinan Dusun Tretes. Sobokerto atau Mulyokerto juga dikenal sebagai  orang Jawa Tulen Mulyokerto yang sangat menyukai kesenian tradisional Jawa. Beliau juga mempunyai keahlian membuat gending.
Selama menjabat lurah, Mulyokerto bertempat tinggal di Tretes (Depan Inna Hotel sekarang). Rumah beliau juga berfungsi sebagi pendopo kelurahan kala itu.
Saat Tretes dan Prigen  bergabung menjadi sebuah Desa, Sobokerto juga tetap dipercaya menjadi Lurah. Bahkan saat itu, beliau ditunjuk sebagai Aris.
Aris merupakan sebutan bagi seorang Lurah yang ditunjuk sebagai koordinator Lurah di di wilayah Onderan (Kecamatan Prigen) yang meliputi Tretes – Prigen, Pecalukan, Ledug, Gajahrejo, Gambiran,  Wilo, Jawi, Dayurejo.
Aris Mulyokerto mempunyai tugas mewakili  para Lurah untuk mengikuti Konferensi (pertemuan) di tingkat Wedono (Pandaan) atau Keresidenan (Bangil) atau di tempay lain. Hasil dari pertemuan itu kemudian disampaikan ke para lurah di Onderan (Kantor Kecamatan Prigen)
Lurah Mulyokerto juga dikenal sangat pemberani. Di awal masa kemerdekaan – tahun 1948-1949, beliau dengan keberanian dan ketrampilannya mampu menangkap Macan di Hutan Tretes
Macan ditangkap dengan perangkap/ jebakan sederhana dari kayu Jati yang di dalam nya diletakkan Budheng (Monyet Hitam). Macan yang sudah ditangkap kemudian diarak dari Tretes menuju Lapangan Prigen (sekarang  Restoran Canada) guna menyemarakkan peringatan Kemerdekaan RI setiap tanggal 17 Agustus.
Setelah selesai diarak, Macan pun di bawa kembali untuk dilepas ke Hutan Tretes. Baru saat tahun ke-3, setelah peringatan kemerdekaan RI , macan yang selesai dirak disembelih untuk dimabil dagingnya. Konon, daging macan bisa digunakan untuk obat penyakit kulit. Saat itu banyak penduduk Tretes – Prigen yang menderita sakit gatal-gatal.
Aris Mulyokerto wafat tahun 1951 dan dimakamkan di pemakaman umum Tretes Pesanggrahan.

    1. KAMID
Saat sebelum Kemerdekaan Wilayah Tretes dan Prigen merupakan wilayah yang mempunyai otonomi berbeda. Tretes dipimpin Lurah Mulyokerto. Sedangkan Prigen dipimpin oleh Lurah Kamid.
Kamid juga dikenal sebagai Pak Temu. Lurah Kamid merupakan Lurah yang mempimpin wilayah Prigen (bawah). Wilayahnya meliputi Ngemplak – Prigen Timur – Prigen Barat dan Rekesan. Lurah Kamid berkedudukan di Prigen Timur.  
Sepeninggal Lurah Kamid, Tretes dan Prigen menjadi satu desa dan dikenal sebagai Desa Prigen yang dipimpin oleh Aris Sobokerto

    1. SARBANI MANGUNHARDJO




    1. DJURI KARJODIHARJO

  1. LEGENDA SEDEKAH BUMI
Sedekah bumi merupakan wujud rasa syukur masyarakat kepada Allah yang telah melimpahkan rejekinya dan keselamatan bagi seluruh warga.  Sebagai perwujudan rasa syukur itu msyarakat Tretes dan Palembon, Prigen, Pecalukan bahkan desa-desa lain, mengadakan kegiatan ruitn tahunan berupa selamatan desa.
    1. SEDEKAH BUMI LINGKUNGAN TRETES (DUSUN TRETES)


    1. SEDEKAH BUMI LINGKUNGAN PRIGEN – REKESAN – NGEMPLAK
Dari beberapa nara sumber, ternyata nama Prigen ada 5 versi. Versi pertama, konon, nama Prigen muncul dari nama yang diberikan oleh Asmoro Bumi. Saat itu wilayah Prigen diserang pageblug berupa penyakit yang mematikan. Pagi sakit sore meninggal. Sore sakit pagi meninggal. Melihat kondisi msayarakat yang memprihatinkan, Asmoro Bumi berikhtiar dengan puasa ngebleng selam 40 hari utnuk meminta petunnjuk kepada Tuhan Yang Maha Esa. Akhirnya petunjuk pun diperoleh dan masyarakat desa terbebas dari penyakit mematikan.
Namun saat melakukan tirakat puasa itulah, Asmoro Bumi mengalami sakit perut yang luar biasa. Perih karena menahan haus dan lapar. Untuk mengatasinya, diambilnya kain panjang untuk mengikat perut yang disebut Stagen. Dari dua kata itulah kemudian Asmoro Bumi menamakan Dusun yang ditempatinya dengan nama Prigen. Perih yang kemudian diikat dengan kain Setagen.
Versi kedua,  Prigen merupakan sebutan bagi tempat yang masih angker (wingit). Dimana di tempat tersebut banyak dihuni Peri (makhluk halus/ hantu) manggen (berdiam di tempat vtersebut). Karena keangkerannya itulah maka tempat yang masih dihuni oleh Peri  (makhluk halus) disebut Prigen.
Sedankan versi ketiga manyatakan bahwa Prigen berasal dari suku kata PE RI GI AN. Konon, saat itu wailayah Tretes masih disebut Coban Tretes dan Wilayah Prigen disebut Perigian.
Nama Prigen juga sering dihubung-hubungkan dengan bunga berwarna kuning (kemuning?) yang konon banyak tumbuh di wilayah Prigen saat itu. Karena tempat tersebut cocok untuk tempat tumbuhnya bunga kuning tersebut, maka tempat tersebut kemudian disebut  Prigen
Versi kelima  menyatakan bahwa Prigen berasal dari kata Pri dan Gen. Pri adalah suku kata dari prihatin sedangkan gen adalah suku kata dari panggenan (tempat) yang kemudian membentuk akronim PRIGEN yang berarti Tempat (panngenanan) untuk Prihatin.
            Demikianlah, ternyata  Prigen memiliki banyak asal kata. Terlepas dari semua itu, yang jelas para leluhur sudah memberi tetenger bagi pedukuhan di Lereng Gunung Welirang ini dengan nama Prigen
            Sebagai wujud rasa syukur kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan rejeki berlimpah berupa hasil panen, maka masyarakat Prigen pun berinisiatif untuk melakukan ritual budaya berupa selamatan desa . Atas kesepakatan para pemuka desa kegiatan selamatan desa atau sedekah bumi dilaksanakan tiap dua tahun sekali, bulan Rajab di hari Minggu Pahing. Namun, saat Lurah Prigen dijabat oleh Djuri Karjodiharjo, pelaksanaan selamatn desa/ sedekah bumi dirubah ke Bulan Besar di hari Minggu Pahing.
            Saat awal-awal dilaksanakan sedekah bumi, maka acara dibuat sedmekian rupa sehingga sangat meriah. Prosesi diawali dengan mengarak Ancak dari masing-masing lingkungan (pedukuhan) yaitu Ngemplak, Rekesan, Prigen Timur dan Prigen Barat. Ancak merupakan sebuah tempat meletakan aneka hasil bumi dan makanan siap saji serta aneka kue/ penganan yang  merupakan sumbangan dari warga di masing-masing pedukuhan.
            Saat itu, semua Ancak di arak dari wilayah masing-masing menuju Pendopo Kelurahan. Pendopo yang pertama di kelurahan Prigen adalah di Kepodang, sebelah utara Kantor Polisi Prigen. Tepatnya di sebelah utara Kantor Pos Lama Prigen.
            Namun saat Lurah Prigen dijabat oleh Mbah Kamid (Pak Temoe), maka kegiatan selamatan desa di pusatkan di Jalan Penghulu, Prigen Timur. Sebab, saat itu Pendopo Kelurahan juga sekaligus merupakan tempat tinggal lurah.
            Begitu juga saat Lurah Prigen dijabat oleh Lurah Sarbani, maka selamatan desa dipusatkan di Pendopo di Prigen Timur yang terletak di rumah Sarbani Mangunharjo.
            Selain mengarak ancak dari masing-masing pedukuhan, kegiatan sedekah bumi juga dimeriahkan dengan Ledek/ Tandak pada siang hari. Sedangkan malam hari dilanjutkan dengan hiburan Wayang semalam suntuk. Ini semata-mata untuk menghibur warga masyarakat
Satu hal yang patut dicatat. Karena sedekah bumi/ selamatan desa merupakan wujud rasa syukur warga atas segala berkah dan ramah dari yang maha kuasa, maka dilarang bagi warga Prigen untuk ikut berkenduri/  mengambil makanan dari selamatn tersebut.  Para tetua dan pemuka masyarakat saat itu bahkan mengolok-olok warga yang masih saja mengambil  makanan selamatan apalagi berebutan lebih baik makanannya tidak usah disumbangkan tapi cukup dimakan sendiri saja di rumah. Intinya, kalau hanya mau mengambil makanan di acara selamatan sebaiknya tidak ikut selamatan!

  1. ASAL USUL NAMA TEMPAT / NAMA LAMA DI PRIGEN
    1. Tretes Raya Hotel = Van Vloten
    2. Surya Hotel = Lubri= Kememdoer = OASE = SKAM
    3. Komcis = Kementjis
    4. Watu Bokong = Pos Polisi Tretes
    5. Watu Ceneng = Pos Tiket Perhutani Surya Hotel
    6. Pines Garden = Hotel Dirgahayu Indah = Nimfend Bath 
    7. Inna Hotel Tretes = BadHotel Tretes
    8.  

  1. POTENSI WISATA KECAMATAN PRIGEN
    1. HOTEL DAN KOLAM RENANG TRETES RAYA
    2. INNA HOTEL TRETES
    3. PINES GARDEN
    4. AIR TERJUN  KAKEK BODO
    5. TAMAN SAFARI PRIGEN
    6. AIR TERJUN PUTHUK TRUNO
    7. PENAMBANGAN BELERANG GUNUNG WELIRANG




]menelusuri
SEJARAH
KELURAHAN PRIGEN
                                                                 





















Oleh :
TIM PENGGALI SEJARAH KELURAHAN PRIGEN

                             








PEMERINTAH KABUPATEN  PASURUAN
KELURAHAN PRIGEN – KECAMATAN PRIGEN
NOVEMBER 2010



1 komentar: